Senin, 28 Mei 2018

Mengenal Sedikit Kekhasan Kota Kuda, Kuningan Jawa Barat

TARIAN, ANEKA MAKANAN, DESTINASI WISATA KHAS KOTA KUDA KUNINGAN JAWA BARAT





1.TARIAN KHAS KUNINGAN

A. TARI BUYUNG
 

Tari buyung merupakan tarian khas masyarakat Cigugur Kabupaten Kuningan. Tari buyung ini memiliki keterkaitan erat dengan upacara seren tahun yang telah saya kemukakan di atas, hal ini karena tarian ini merupakan tarian utama dalam upacara seren tahun di Desa Cigugur Kuningan Jawa Barat. Tarian ini menceritakan tentang gadis-gadis desa Cigugur yang sedang mengambil air ke sungai.

B. TARI KEMPRONGAN


Tari Kemprongan adalah salah satu seni tradisional asal Kabupaten Kuningan, yang hilag 30 tahun silam. Tarian ini konon berasal dan pernah ada di desa Sidaraja dan Citangtu. Dilakukan oleh masyarakat petani pada malam hari hingga tengah malam atau menjelang subuh, sebagai ungkapan rasa syukur setelah selesai panen. Pelaksanaan pertunjukan dilakukan di lapangan atau arena terbuka yang dikelilingi pepohonan. Sementara untuk menerangi tempat pertunjukan menggunakan Oncor (Obor / red) dan disimpan di tengah-tengah lapangan. Namun seiring perkembangan jaman, tarian ini mengalami kepunahan tergerus arus modernisasi dan sudah lama ditinggalkan pelakunya. Demikian dikatakan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kuningan, Drs. Tedi Suminar saat ditemui di ruang kerjanya beberapa waktu lalu.

Tari Kemprongan memiliki daya tarik tersendiri. Tarian ini tidak hanya dinikmati dari segi estetika nya saja, namun sering kali dijadikan ajang mencari jodoh. “Kebanyakan penari yang disebut ronggeng, masih gadis atau sudah janda. Untuk dapat memikat calon pasangannya, terlebih dahulu ronggeng diberi minyak wewangian oleh pupuhu dan ronggeng tersebut dituntut bisa menari sebagus mungkin.

2. MAKANAN KHAS KUNINGAN

A. HUCAP


Hucap adalah makanan khas kota Kuningan yang penyajiannya sama seperti ketoprak. Karena memang bahan dasar dan bumbunya seperti ketoprak cuman dari bahan hucap tidak sebanyak ketoprak.

Bahan-bahan hucap terdiri dari tahu goreng, ketupat, bumbu kacang dan kecap.  Hucap sendiri merupakan singkatan dari Tahu dan Kecap. Dibeberapa daerah Kuningan nama hucap ini disebut juga Kupat Tahu.

B. NASI KASRENG


Di beberapa daerah Kuningan kuliner yang satu ini cukup dikenal dan banyak diminati khususnya di daerah Luragung. Karena disamping kuliner ini cukup nikmat, harga yang ditawarkan pun cukup murah.

Penyajian nasi kasreng biasanya dibungkus seperti Sego Kucing makanan khas Yogyakarta. Beberapa lauk yang biasa tersaji pada nasi kasreng ini diantaranya adalah goreng ikan paray, pepes ikan paray, aneka lalapan, toge, sambal, gorengan, rebon dan lain sebagainya.

C. KERIPIK GADUNG



Sesuai namanya keripik ini terbuat dari Umbi Gadung yang memilik nama latin Discorea Hispida. Camilan ini dijadikan makan khas Kuningan karena memang tanaman gadung ini tumbuh subur di perkebunanan di beberapa daerah Kuningan.

Pengolahannya sendiri gak mudah loh guys, karena salah pengolahan bisa berdampak keracunan. Untuk menghilangkan racun dari umbi gadung ini terlebih dahulu gadung dibersihkan setelah dibersihkan diiiris tipis lalu dijemur.

Setelah penjemuran keripik gadung yang masih mentah ini dibersihkan dan di jemur lagi, tahap terakhir baru digoreng. Panganan ini cocok buat nemenin kamu ngeteh karena rasanya yang gurih dan krispi. Tapi jangan terlalu banyak yah biar gak pusing.


D. PEYEUM KETAN/  TAPE KETAN


Satu lagi nih guys.. panganan asli khas Kuningan yaitu Peueyeum Ketan yang berwaran hijau dengan bungkus daun jambu. Panganan yang satu ini mungkin yang paling popular dan biasanya dijadikan oleh-oleh wajib para turis luar kota ketika beranjak pulang ke daerahnya masing-masing.

Peuyeum ketan sendiri terbuat dari beras ketan putih bisa juga beras ketan merah yang di fermentasikan dengan ragi lalu dibalut atau dibungkus dengan daun jambu atau daun jati.


3. DESTINASI WISATA KHAS KUNINGAN

A. PEMANDIAN CIBULAN


objek wisata cibulan ini memiliki sejarah panjang peradaban isalam di tanah jawa. Menurut ceritanya, disini pernah menjadi tempat persinggahan Prabu siliwangi. Pemandian cibulan ini berada di desa Manis Kidul, Kuningan Jawa Barat.

Dikolam pemandian disini ada ikan dewa yang konon usianya sudah berumur ratusan tahun, dan percaya tidak percaya ikan ini hilang ketika kolam dibersihkan, adapun warga setempat yang melihat ikan tersebut berubah menjadi duri-duri ikan ketika malam bulan purnama. Namun semua itu hanya mitos yang berkembang di masyarakat.


B. TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI


Tempat wisata di kuningan selanjutnya adalah taman nasional Gunung Ciremai yang merupakan salah satu favorit wisatawan pecinta alam.

Di taman nasional terdapat air terjun yang tidak boleh kita lewatkan. Keindahan alamnya yang masih terjaga membuat taman nasional ini terlihat asri dan menawan.
Disini juga terdapat tempat basecamp para pendakian Gunung Ciremai dan bentangan luas perkebunan, jadi tempat ini sangat cocok dan wajib untuk anda kunjungi.


C. BUKIT PANEMBONGAN


Tempat wisata di kuningan yang tidak kalah menarik untuk kita kunjungi adalah bukit panembongan. Keindahan pemandangan di bukit ini tidak kalah dengan kalibiru di Yogyakarta. Disini wisatawan bisa menikmati keindahan pemandangan alam yang begitu mempesona. Keindahan pemandangan di tempat ini menjadikannya sebagai tempat favorit foto di kuningan. Hanya dengan membayar Rp.5000 Anda dapat memasuki objek wisata tersebut yang terletak di Desa Tembong Kecamatan Garawangi.

Bukit ini sudah dilengkapi fasilitas seperti outbond, arena camping, hingga pemotretan prewedding disini juga disediakan.

Mengenal Tradisi Ngaraya

Tradisi Ngaraya Di Kuningan

Ada suatu tradisi yang sampai saat ini masih berjalan di pedesaan, khususnya di Kabupaten Kuningan, yaitu tradisi “ngaraya” atau Nganjang (bertamu) menjelang Lebaran. Menurut keterangan salah seorang tokoh masyarakat Kuningan, tradisi Ngaraya ini sudah mengalami perubahan, dalam hal mengirim hidangan berupa makanan dengan lauk pauknya. Semula kiriman tersebut tidak menggunakan pemulang (jawaban menerima sajian) biasanya berupa uang atau pakaian. 
Bila dikirim hidangan, sekarang sudah menjadi kebiasaan untuk menyediakan pemulang, dengan uang yang besarnya lebih dari harga kiriman yang disajikan. Sehari sebelum berlebaran, pihak keluarga Mojang menyiapkan bermacam-macam makanan/hidangan dengan lauk-pauknya, kemudian di kirimkan ke rumah si pemuda untuk disantap saat berbuka puasa.


Dengan datangnya kiriman itu, Sang Jajaka tidak tinggal diam. Ia lalu membakar petasan yang sudah disediakan sebelumnya, sebagai penghormatan. Bunyi ledakan-ledakan petasan menandakan bahwa dirumahnya ada tunangannya yang mengirim hidangan.

Maka ramailah di sekitar rumahnya. Anak-anak kecil ikut menyaksikan petasan-petasan tersebut dinyalakan, seraya memberitahukan kepada tetangganya. Sementara suara bedug di mesjid sejak menjelang sore hari sudah bertalu-talu. Sedangkan Jajaka sudah bersiap-siap dengan pakaian barunya dan membawa sejumlah uang untuk diberikan kepada tunangannya sebagai tanda ,”Mitrahan”.

Kegembiraan mereka benar-benar lengkap. Masing-masing membawa petasan untuk dibakar. Kemudian menjelang Sholat Isya dilanjutkan dengan memukul bedug di mesjid sebagai selingan.

Sang Jajaka bersama teman-temannya mengadakan takbiran di mesjid. Sementara suara petasan berbunyi saling bersahutan dari rumah yang satu ke rumah yang lain. Disamping itu diantaranya ada yang sedang menghormat calon menantu, malahan kadang-kadang sampai pagi menjelang Subuh. Kemudian langsung dilanjutkan pergi ke mesjid untuk Sholat Ied.

Biasanya setelah sholat Ied, para Jajaka hilir-mudik mendatangi rumah-rumah keluarga dan kerabat-kerabatnya untuk saling minta maaf dan memohon do’a restu bagi orang tua mereka. Setelah pertunangan mereka disetujui, hubungan mereka semakin intim. Sang Jajaka dengan penuh PD semangat menggarap sawah orang tuanya, kemudian memilih sepetak sawah khusus untuk tunangannya nanti kalau sudah menikah.

Sementara itu Sang Jajaka menghubungi tukang bordir yang ahli dalam bidang sulam-menyulam. Lalu memesan dua buah saputangan untuk tali tudung cetok (tudung petani yang dianyam berlapis dua). Biasanya pada tudung tersebut bersulam tulisan nama-nama mereka yang istilahnya disebut sebagai,”Ngadukuyan”.
 

Pengiriman tudung dengan saputangan bersulam itu merupakan surat undangan untuk hari tandur (mulai menanam padi di sawah). Sehingga pihak Si Mojang membuat persiapan pula untuk menyediakan makanan sebaik mungkin, terutama makanan yang dibuat sendiri bersama ibunya.

Makanan itu dibawa oleh Si “Penglayar” (Perantara) kemudian Sang Mojang membawa poci berisi air, khusus buat tunangan dan orang tuanya. Makanan tersebut dibawa dalam sebuah ‘tetenong’ (tempat makanan yang dibuat dari anyaman bambu).

Sementara pada bagian lain, para petani yang ikut tandur menambah semarak suasana acara pertunangan mereka. Walaupun masih malu-malu, mereka makan bersama dengan pihak keluarga Sang Jajaka.
Bila garapan Si Mojang belum sempat selesai, maka para Mojang dari pihak keluarga Sang Jajaka. Mereka turun ke sawah beramai-ramai membantu menyelesaikan tandur.


Sementara itu menjelang panen raya, yang disebut,”Ngadukuyan,” ada tradisi memberikan tudung. Akan tetapi mengalami sedikit perubahan dan peningkatan bentuk maupun warna tudungnya.
Tudungnya berbentuk “leang-leang” bercat hijau bertalikan renda putih atau mawar krem, dilengkapi dengan ketam yang bertangkai panjang dan berbatik sungging, ditambah pula kain kebaya dari bahan paris yang tipis, selendang dan “BH”.


Sebaliknya Si Mojang menyediakan kain kutung atau kampret hitam atau warna biru dengan topi “piopinder” (topi anyaman buatan Tasikmalaya berwarna coklat tua, pada daun topinya berkancing mata itik untuk menyimpan talinya).

Keesokan harinya Si Mojang mempersiapkan hidangan Istimewa, berupa makanan dan lauk-pauk untuk makan bersama di sawah. Dengan pakaian hasil pemberian mereka, Si Mojang pergi ke sawah menuai padi, sementara Si Jajaka menjelang siang hari sibuk bekerja di sawahnya, mengikat padi secara “Pocongan”.
Mereka yang ikut menuai padi masing-masing memperoleh “Bawon”, yaitu sebagai upah kerja dari mulai menanam sampai memetik hasil panen.
 

Sebagian lagi hasil panen itu dibawanya sebagai upah.
Sementara itu, Sang Jajaka sibuk dengan pekerjaannya mengangkut jajaran padi. Kemudian baru sore harinya memikul padi hasil tunangannya dan langsung dikirim ke rumah sang pacar menjelang Magrib.


Tradisi Ngaraya ini masih berkembang dan hidup di daerah pedesaan di Kabupaten Kuningan. Namun ada sebagian penduduk desa yang memodernisir tradisi ini, misalnya membakar petasan ditiadakan karena dilarang oleh pihak yang berwajib. Sedangkan tradisi lainnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini.             

Minggu, 27 Mei 2018

Puisi "Keindahan"

INDAHNYA ALAM NEGERIKU

Angin menerpa dipantai
Burung berkicau dengan merdu
Embun pagi yang sangat sejuk
Itulah negeriku
Sawahnya menghijau
Gunungnya tinggi menjulang
Rakyat makmur dan sejahtera

Indonesiaku
Tanah tumpah darahku
Jaga dan rawatlah selalu
Disanalah aku dilahirkan dan dibesarkan
Disanalah aku menutup mata
Ohh.... Tanah airku tecinta
Indonesia raya